Bentuk bentuk Dasar Orientasi Diri (Wastu Citra)

Orientasi difri adalah naluri kodrati untuk mencegah kita hanyut tanpa kepastian. Maka penghayatan kiblat sangatlah fundamental bagi manusia bila ingin sehat jiwanya.

Di sudut alun alun Denpasar Bali ada pura tempat permujaan yang dibuat monumental dari batu putih yang diberi sebutan pusering jagat, artinya pusar dunia. Dalam salah satu upacara suku suku undian kuakiutl, seorang tua berseru “Aku Pusat Dunia”. Untuk para muslimin muslimat, pusar dunia adalah Ka’bah di Mekkah, untuk orang Kristen gunung Golgotha di Yerusalem. Penghayan adanya suatu “pusat dunia”, atau potor, sentrum, merupakan penghayatan manusia berjiwa religious yang sangat dalam. Manusia tidak dapat hidup dalam angkasa kosong atau ruang homogeny, seolah olah segala titikdan arah itu sama saja. Orientasi datang dari kata Orient atau timur, dan berarti mencari mana ufuk timur (dan lawannya barat)

Namun bila ada timur dan barat, ada juga utara dan selatan demikianlah spotan dirasakan setiap manusia. Tetapi langsung juga terasa, bahwa keempat kiblat itu menimbulkan suatu titik atau imajinasi tugu potor, pusat yang terjadi oleh persilangan garis garis timur-barat dan utara-selatan. Dan titik atau tugu tengah itu “pusering jagat” poros pusat cakrawala.
Gambar 1 (Vasthu-Purusha-Mandala menurut kitab kuna ilmu bangunan di India)
Gambar 2 (Stupa besar agama Buddha di bodhnath dekat kathmandu terwujud dari perpaduan antara lingkaran lingkaran dan bujur bujur sangkar dalam mandala. disini Arsitektur jelas terilhami oleh pertimbangan religius bukan sebagai ungkapan estetis belaka)

Dunia ini tidak homogen, tidak semua tempat sama nilainya. Tetapi hirarkis. Artinya, ada yang paling penting, vital nilainya (pusar), ada yang kurang da nada yang tidak ada nilainya sama sekali.
Gambar 3 ( Denah kota Beijing kuno dari zaman dinasti dinasti Ming dan Ch'ing. Bagian sentral yang berpigura sungai disebut "Kota terlarang", kota ini yang paling nigrat serta keramat)

Gambar 4 (Kota Terlarang Beijing kuno. Pemandangan mulai dari kompleks gerbang utama)

Suatu wilayah tidak dipahami geografis saja, tetapi seperti contohnya di India, sebagai suatu Mandala. Artinya bentuk (form). Tetapi bentuk yang berdaya gaib. Dalam hubungan tertentu Mandala dapat berarti juga citra gaib atau secara kongkret. Daerah kerja daya daya energy dan pengaruh kekuatan kekuatan gaib. Dalam fisika magnet ada juga yang disebut medan magnet, medan daya, atau medan energiyang memberi gambar pola daya daya magnet. Dalam mandala ada tempat yang paling berdaya, yakni bagian pusar. Dan setiap bangian daerah bangunan memiliki nilai gaibnya menurut  susunan daya mandala tadi. Oloeh karena itu seluruh tata wilayah dan tata pembangunan menurut orang orang Indian kunaharus diarahkan menurut tata VASTHU-PURUSHA-MANDALA. (Vasthu= Norma dasar semesta yang berbentuk dan berwujud. Purusha= insan, atau personifikasi gejala semesta dasar yang awal, asli, utama, sejati)
Gambar 5 ( Alun alun dengan "sungai air Kencana" dalam Kota Terlarang Beijing kuno)
Gambar 6 (Ch'i-nien Tien. Bangsal do'a do'a tahunan atau Klenteng Surgawi)

Mandala tadi diartikan sebagai wilayah energy. Tetapi pada hakikatnya mandala atau wilayah yang berbeda berarti = BENTUK, Bentuk konkret, akibat pengaruh suatu medan daya. Suatu wilayah bukan hanya lokasi belaka, melainkan bentuk bentuk bangunan, desa kota, namun juga bentuk bentuk eekonomi, teknik, politik, kebudayaan, dan segala aktivitas. Baik dari dunia tumbuh tumbuhan, hewan, maupun peradaban manusia. Dengan kata lain bagi orang orang dahulu, tata wilayah dan tata bangunan alias arsitektur tidak diarahkan pertama kali demi penikmatan rasa estetika bangunan, tetapi terutama demi pelangsungan hidup secara kosmis. Artinya, selaku bagian integral dari seluruh kosmos atau Semesta Raya yang keramat dan gaib.
Maka orang dahulou spontan membagi dunia dalam tiga lapis, Tribuana dunia atas (surge, kahyangan), dunia bawah (dunia maut), dan dunia tengah yang didiami manusia

Oleh karena itu dalam wujud bangunan dimana mana pun kita menjumpai berupa cita dasar yang selalu saja kembali dalam berbagai macam bentuk. Misalnya citra dasar GUNUNG. Gunung dalam sekian banyak bentuk kebudayaan selalu dihayati selaku Tanah Tinggi, tempat yang paling dekat dengan dunia atas. Dalam berarsitektur  orang secara spontan merasakan penghayatan dasar “yang tinggi”. Dengan lawannya “yang rendah”. Yang tinggi dihubungkan dengan segala yang mulia, yang ningrat, yang aman, yang menguasai sekutar. Sedangkan yang rendah, lazim sekali, dihubungkan dengan realita realita yang kurang baik, yang berbahaya, yang membawa penyakit, tempat kaum budak atau (perhatikan istilahnya) kaum bawahan. Maka spontan dua citra-dasar lalu muncul yakni, gunung tadi dan sila, atau tugu, tiang.
Gambar 7 (Pusat stupa candi borobudur dikelilingi oleh stupa stupa yang lebih kecil)

Gambar 8 (potongan stupa Borobudur)

Gambar 9 (Perhatikan citra gunung gunung pada stupa stupa kuil di Burma ini. dengan kontrasnya dataran rata di sekelilingnya)
Gambar 10 (Kompleks pua Besakih di Bali. Dalam foto ini tampak bagus sekali citra candi Bentar sebagai bukti yang terbelah)

Gambar 11 (Kuil Wat Po di Bangkok)

Banyak monument peringatan dibuat dalam bentuk tugu (Tugu Pal Putih di Yogya, Tugu Proklamasi, Tugu Monas, Tugu Pahlawan, Tugu Pemuda, dan sebagainya). Juga bentuk stupa atau pagoda adalah perpaduan citra gunung dan tugu poros. Tugu menjulang tinggi ke angkasa sangat jelas melambangkan poros, khususnya pusering jagat. (Menara menara minaret masjid masjid dibangun dengan tujuan lain, tempat saudara memanggil kaum muslimin dan muslimat untuk bersholat). Lihatlah konstruksi meru je[pang ini, yang juga sama dengan system meru di Cina. Tampaklah dari seluruh konstruksi dan pencitraan segalanya, bahwa di sinilah tiang tengah sebagai porors atau sila adalah satu satunya unsur yang paling pokok.

Citra dasar GUNUNG, STUPA, PAGODA, atau POROS, POKOK, selaku pusat dunia masih mendapat pengungkapannya dalam bentuk BAIT BAIT, KUIL KUIL, Keramat ataupun ISTANA dan KOTA KOTA SUCI. Bait Bait dan kuil kuil pemujaan merupakan peniruan atau lebih tepat penghadiran semesta raya, sumber sumber daya gaib untuk wilayah keliling. Maka banyak kuil di tanah Babilon diberi nama Dur-an-ki, artinya “Tali antara Surga dan Bumi”.

Gambar 12 (Pusat Konstruktif pagoda Kuil Muroji di jepang ini terbuat dari batang pohon pinus besar yang lurus panjang bulat satu tunggal saja. Disini guna dan citra bersatu secara sangat indah sekaligus penuh makna)




0 komentar:

Posting Komentar

 

Flickr Photostream

Twitter Updates

Meet The Author